IPK PAS-PASAN BISA DAPET BEASISWA (DALAM & LUAR NEGERI) ?

IPK PAS-PASAN BISA DAPET BEASISWA (DALAM & LUAR NEGERI) ?

Hallo teman-teman, perkenalkan saya Irvandias Sanjaya (Dias). Saat pertama kali tulisan ini terbit, saya adalah mahasiswa aktif Fakultas Psikologi UGM. Seiring waktu berjalan selama proses pendewasaan diri, saya cukup kaget karena masih cukup tingginya animo masyarakat (mahasiswa) untuk bertanya perihal beasiswa. Sedikit demi sedikit ketika waktu senggang, saya memperbaharui tulisan ini sejalan dengan padu padan kata/kalimat yang secara personal dapat meningkatkan substansi dari narasi yang saya coba tawarkan. Anggap saja ini satu opini alternatif, tulisan ex-mahasiswa biasa mengenai sudut pandang awamnya perihal beasiswa.

Lewat tulisan ini, saya ingin sedikit berbagi tanpa menggurui sedikit-pun tentang bagaimana seorang mahasiswa bisa mendapatkan beasiswa, baik yang dalam/luar negeri dalam konteks akademik/non-akademik. Jarak tenggat waktu yang saya pakai dalam menyusun bait konten ini adalah semester 10 saya mengenyam bangku kuliah, alias rentang waktu sebelum yudisium. Lebih lanjutnya, lewat tulisan ini juga, rasa-rasanya akan ada banyak hal yang ingin saya sampaikan untuk kamerad/pemuda(i)/kawan/bung/nona yang berstatus sebagai mahasiswa aktif Indonesia, agar setidaknya bisa merasakan nikmatnya mendapatkan beasiswa. Berikut sedikit saya bagikan tips & trick-nya.

1. Be persistence, positive mind & resilience
Irvandias SanjayaBanyak dari kita yang muda menyerah ketika baru 1/2 kali gagal/ditolak dalam dinamika beasiswa. Ada yang bilang 'ah sudah memang saya emang tidak ditakdirkan buat dapat beasiswa' atau bahkan yang berucap sepihak kalau panitia telah salah tidak menerima saya. Hmm, sebaiknya omongan seperti itu jangan sampai keluar dari ucapan kita. Karena kenapa? Karena kita tidak akan pernah tahu kapan dan bagaimana kita akan mendapatkan hal tersebut. Saya, baru mendapatkan beasiswa pertama saya ketika saya memasuki semester 7. Semester 7?? Banyak dari teman-teman yang kaget ketika saya mengatakan hal tersebut. Pertanyaannya, apakah selama 6 semester diawal saya tidak apply sehingga saya tidak mendapatkan? Jawabannya tentu saja tidak. Saya sudah apply hingga lebih lebih dari 20 kali beasiswa dalam dan luar negeri namun hasilnya? Nihil. Bahkan sampai yang nyesek, saya sudah 5 kali masuk ke tahap wawancara, tapi? Saya gagal. Bahkan banyak yang bilang saya anak psikologi, kok wawancara aja gak bisa??
Ya tapi itulah saya. Saya merasa tidak ada yang salah ketika saya harus gagal 20 kali, mengelus dada 5 kali di babak akhir, tapi satu hal yang saya jaga adalah api semangat tersebut. Bagaimana saya mempunyai positive thinking dimana Allah, belum mengizinkan saya untuk mendapatkannya. Karena prinsip yang saya pegang adalah "God give what you need, not what you want". Dan ini juga yang harus teman-teman pegang jikalau ketika sedang apply beasiswa. Dan lompat pada semester ke-7, saya yang sekarang semester 9 merasa bersyukur telah mendapatkan total 10 beasiswa hanya dalam kurun waktu 1 tahun (agak lebih sedikit) baik dalam dan luar negeri. Saya gagal banyak yang nanya, saya berhasil-pun banyak yang nanya bagaimana caranya mendapatkan 10 beasiswa dalam waktu 1 tahun? Jawabannya adaah persisten, resilien, dan selalu berpikir positif.

2. You don't need to be perfect in all of the life aspects.
Irvandias SanjayaSedari dulu, saya selalu memiliki cita-cita untuk bagaimana caranya mendapatkan IPK Cumlaude. Meskipun orang tua saya tidak pernah menyuruh saya (layaknya kebanyakan orang tua pada umumnya), saya selalu merasa mempunyai hutang budi kepada kedua orang tua saya. Tapi apa boleh dikata. Bahkan 4 semester saya di awal, saya selalu mendapatkan IPK yang sama mulai dari angka didepan, sampai 2 angka dibelakang koma. Lucunya, ibu saya semenjak semester ke-3 tidak pernah lagi membuka portal akademik ketika masa liburan semester tiba karena satu hal 'Paling IPK gak berubah'. Sedih sih, tapi ya memang begitu kejadiannya. Dan 4 semester IPK saya tersebut tidaklah cumlaude hehe. Jadi buat yang bilang beasiswa hanya datang kepada mereka yang berasal dari IPK cumlaude, buru-buru deh dihapus stigma tersebut hehe. Saya yang paham dengan hal tersebut buru-buru untuk turning hingga bagaimana caranya saya memiliki kemampuan yang lain agar bisa mengimbangi teman-teman saya lainnya. Mulai dari lomba, organisasi, volunteer, dan segala hal-hal lain saya tingkatkan untuk bisa setidaknya ketika saya lulus, dan seseorang melihat track record saya, hal pertama yang dilihat bukanlah IPK, namun lebih kepada hal-hal saya yang lain (walaupun saya berikthiar untuk tidak apply kerja, dan lebih memilih menjadi seorang technopreneur). Kejadian tersebut terbukti bahkan dengan saya yang bisa dikatakan 'Mahasiswa Hidup Segan IPK pas-pasan' bisa meraih sebuah hal yang setidaknya membuat orang tua saya sedikit berbangga dengan ketika mereka mengatakan kepada teman-temannya bahwasanya 'Iniloh anak saya, dia Mahasiswa Berprestasi 2 UGM' (re: Mahasiswa Berpresatasi 2 Liga Mahasiswa Berprestasi 2 UGM 2017). Tapi karena sudah terlalu lama di Yogya, ketika setiap orang tua saya mengatakan hal tersebut, saya selalu malu karena buat saya, apa yang saya dapatkan tersebut bukan sebuah hal yang 'wah' bagi teman-teman lainnya, terutama di Yogyakarta (lebih tepatnya di lingkungan saya berada).
Next, saya juga pernah sampai kepada tahapan wawancara sebuah beasiswa, dan biasanya setiap kali sehabis wawacara selesai, pasti interviewer-nya akan menanyakan 'adakah hal yang ingin ditanyakan?' saya selalu menanyakan hal. Penting tidak penting (namun usahakan penting). Saat itu sebenernya program beasiswa yang saya ikuti punya sebuah standar IPK yang mana saya tidak cukup untuk mendapatkannya. Namun karena 'It's now or never' maka yasudahlah ya saya apply aja. Dan taunya, saya lolos sampai tahapan interview dan saat itu, saya nanyalah pertanyaan yang kata sebagian orang ‘Lu ngapain nanya kayak gitu dah?’ tapi karena saya orangnya penasaran, maka saya harus mencari tahunya. Saya nanya lah, ‘Sejujurnya saya bingung. Dimana sebenarnya IPK saya itu gak nyampe persyaratan diawal. Tapi kenapa saya bisa sampe tahapan wawancara ya? Saya tidak mau nantinya saya dituntut karena hal yang sifatnya fundamental’ Wew, saya aja kaget saya nanya kayak gitu. Tapi interviwernya bilang ‘Iya memang IPK menjadi persyaratan. Namun,,, kalo kamu mempunyai hal yang luar biasa di aspek lainnya, maka hal tersebut akan kami consider’.
Dan akhirnya saya lolos, dan menjadi satu-satunya mahasiswa dari 59 penerima beasiswa lainnya yang IPK-nya tidak sampai dengan persyaratan. So? Teman-teman tidak perlu ambil pusing merasa dirinya tidak sempurna dengan kehidupan akademik yang menurut teman-teman tidak kunjung membaik, terutama pada segi akademik, untuk dapat beasiswa.

3. Start your initiative(s)

Ini yang menarik sebenarnya buat saya. Karena menurut saya, perkembangan di dunia beasiswa-pun sudah melakukan sebuah shifting yang cukup membuat saya (orang dengan IPK pas-pasan) mengakui bahwasanya equality itu memang nyata hehe. Jadi, sekarang ini yang saya lihat, pemberi beasiswa mulai mempertimbangkan lebih kepada mereka yang memiliki sebuah kontribusi kepada lingkungan dengan aktivitas yang dibuatnya, dan hal tersebut dapat menyelesaikan permasalahan di lingkungan tersebut. Tidak harus yang sifatnya besar, tidak juga teman-teman harus terlebih dahulu menjadi founder/CEO, namun jikalau hal tersebut memang ingin teman-teman lakukan, maka lakukanlah J
Irvandias Sanjaya
Saya belakangan ini cukup sering mendapatkan sebuah beasiswa dari dalam ataupun luar bukan karena IPK saya (ya tentu jelas bukan karena saya gak cumlaude) ataupun yang paling sering digalaukan oleh banyak pihak karena ‘Kak, aku-kan kuliahnya gak di UI/UGM/ITB yang emang kampus top’. OMG. Jangan sampe kita sudah punyau mental block seperti itu, bahkan hanya melihat kapasitas seseorang berdasarkan dari warna almamater kampus. Saya mungkin beruntung bisa berkuliah di satu dari tiga kampus tersebut, namun bukan berarti teman-teman lainnya yang bukan dari 3 kampus tersebut tidak bisa mendapatkan yang sama dengan saya atau bahkan lebih.
Contoh nyatanya ada banyak, kemarin saya habis ngisi acara di Bandung, ketemu sama kolega baru yang juga seangkatan dengan saya dan dia bilang kalo udah pernah ke-9 negara secara beasiswa dan kampusnya bukan dari ketiga hal tersebut. So? Sekarang bagaimana solusinya? Saya dan beberapa teman yang sudah merasakan enaknya beasiswa setuju kalau sekarang teman-teman mau dapat beasiswa, maka hal pertama yang dikerjakan adalah ‘Doing an Impact’. Tidak lebih, tidak kurang. Seperti contohnya, saya bersyukur lewat program Startup saya (Design for Dream) yang bahkan baru berjalan less than 1 year, saya sempat beberapa kali mendapatkan beasiswa contohnya YSEALI Academic Fellowship Program & Young ICT Leader’s Forum serta mohon doanya saya sedang dalam tahapan terakhir habis wawancara beberapa hari silam untuk bisa berangkat ke HPAIR (Harvard Project for Asian and International Relations) di Cambridge 2018. Itu semua Alhamdulillah saya dapat karena berdasarkan sebuah project. Maka dari itu, yuk gunakan kesempatan untuk berbuat baik kepada lingkungan sekitar sembari mendapatkan keuntungan lainnya.

4. Make the templates of (CV, Recommendation Letter, Motivation Letter, etc)
Percaya tidak percaya, saya pernah mendapatkan sebuah beasiswa hanya dengan mengerjakan sebuah form selama 8 menit dan dari 8 menit tersebut mengantarkan saya ke Korea lewat beasiswa. Lagi-lagi, pertanyaan yang datang ‘Gila lu. 8 menit??? Lu bisa berangkat ke Korea gratis? Gua aja 4 tahun nyoba gak dapat-dapat’. Iya lagi-lagi saya dibilang gila oleh teman-teman saya. Tapi better saya dibilang ‘Gila’ karena sejujurnya menjadi pribadi yang outlier itu benar-benar menjadi goal dalam hidup saya. Nah, untuk mencapai hal tersebut, sebenarnya saya melakukan hal yang simple. Bahkan saya bilang banget. Simple banget, bangetan. Banyak dari kita yang habis mengerjakan sesuatu hal, kita tidak menyimpan hal tersebut. Berkebalikan dengan saya, saya selalu menyimpan sebuah dokumen mulai dari CV, Rec-Let, Mot-Let, etc yang saya anggap berguna dan bisa kembali di gunakan untuk program yang berbeda (tentunya dengan beberapa kata-kata yang diubah). Setidaknya di laptop saya, jumlah antara dokumen terkait dengan total film jumlahnya hampir sama (banyaknya) hehe. Saat itu, bulan Agustus 2017 saya berniat untuk bertemu dengan Dosen Pembimbing Skripsi saya dan kami telah janjian pukul 10 siang.

Saya datang ke kampus pukul 9.55 dan saat menunggu di depan pintu dosen tersebut, bapaknya keluar dan bilang kalo beliau mau izin 10 menit karena ada sebuah urusan. Dan hingga akirnya saya pergi ke atrium dan iseng-iseng membuka laptop dan open tab situs beasiswa lomba dan menemukan sebuah kesempatan berangkat ke Korea hanya dengan submit sebuah project. Dan disana hari tersebut adalah hari terakhir deadline dan mau tidak mau saya harus mengerjakannya hari ini karena mengingat siang hingga malam saya akan tidak bersentuhan dengan laptop karena beberapa kegiatan. Saya membuka formnya dan mungkin sudah takdir Allah, essay dan pertanyaan yang ada disana itu percis dengan jawaban-jawaban yang pernah saya buat. Hingga akhirnya Control C-V bermain dengan lihainya mengisi 5 pages form dan bimsalabim 8 menit semua hal tersebut ter-upload kedalam portal lomba tersebut. Tanpa ada sebuah ekspektasi berlebih dari hal diatas. Saya tutup laptop dan bertemu dengan dosen tanpa saya sadari 2 minggu setelah itu, saya mendapatkan email kalo saya dinyatakan lolos untuk berangkat ke Korea, dan disana project Design for Dream saya mendapatkan juara 1 dari sebelumnya ada 2000 applicants dari seluruh dunia.
Kenikmatan tak terduakan dan harapannya teman-teman sedari sekarang coba untuk start membuat format hal-hal terkait karena kita tidak akan pernah tahu kapan opportunity tersebut datang.

5. Know your passion and future career
Banyak dari generasi millenials saat ini yang mulai terbuka dengan perkembangan passion dan karir di masa depan. Begitupun dengan saya, sedari awal kuliah, saya sudah bilang ke orang tua bahwasanya saya ingin menjadi seorang Social Worker. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada jurusan yang saya ambil saat ini, Psikologi namun saya merasa ingin membuat impact pada masyarakat dengan mengembangkan sebuah bisnis, organisasi, maupun yayasan yang saya naungi sendiri. Dari sanalah saya mulai meniti karir perlahan namun saya yakin bahwasanya effort matters. Saya yang memang tertarik pada isu Kepemudaan dan Disabilitas bersama-sama teman-teman saya lainnya mendirikan 3 inisiasi (Indonesia BISA, Indonesian Youth Action, dan Design for Dream) sebagai sebuah bukti nyata kalau anak muda gak cuma bisa berbicara, namun lebih banyak bergerak dan membuktikan hasilnya.
Berkorelasi dengan beasiswa, saya pernah melakukan sebuah kesalahan dan ini menjadi lesson learned berarti bagi diri saya. Dimana saat itu saya yang berhasil masuk tahap akhir program beasiswa YSEALI tahun 2016 masuk ke dalam bidang environment (which is itu bukan yang memang saya geluti) namun saya juga aneh kenapa application saya bisa tembus ke tahap akhir. Saya berjuang sekuat tenaga untuk paham betul tentang project lingkungan yang saya bawa ataupun hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Saat wawancara, bukan sukses, saya malah ‘dihabisi’ oleh para perwakilan dari US Embassy yang saat itu mewawancarai saya. Pertanyaan-pertanyaan yang awalnya saya tidak pernah ekspektasikan muncul, dan saya hanya bisa diam menanggapi hal tersebut yang mana sudah ketahuan dimana hasilnya saya tidak lolos.
Benar-benar sebuah tamparan kiri-kanan yang membuat saya terus berintrospeksi bahwasanya jangan pernah main-main dengan apa yang coba kamu aspirasikan, atau kegagalan adalah ganjaran yang menimpa. Dari situlah saya mulai fokus pada dua isu diawal dan Alhamdulillah, kedua hal tersebut yang akhirnya menuntun saya untuk membukakan pintu-pintu beasiswa lainnya termasuk YSEALI (yang saya dapatkan kembali setelah 6 kali gagal). Dan dari itu juga saya semakin yakin dengan cita-cita saya menjadi seorang Social Worker.

Teman-teman, mungkin sekian sharing dari saya tentang beasiswa. Saya membuka pertanyaan sebesar-besarnya untuk teman-teman bisa tanyakan kepada saya tentang program beasiswa, terutama yang sudah saya pernah ikuti baik via email/social media. Buat teman-teman yang penasaran juga tentang form-form aplikasi beasiswa, saya membuat sebuah tautan (bit.ly/ngapaindiumpetin) buat silahkan teman-teman unduh contoh berkas yang saya gunakan. Saya juga sedang menuliskan kisah tersebut kedalam sebuah buku ( Gen R) yang sudah tersedia di online store. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah membeli, untuk saat ini, saya pribadi sedang melakukan pemberitahuan order dan akan dibuka dalam kurun waktu dekat :)

Terimakasih.

Komentar

  1. Terima kasih atas sharing ilmunya mas. Semoga semakin sukses dan menebar manfaat (informasi penting).

    BalasHapus
  2. Doakan saya dapat mengikuti jejak mas Dias ya, hehe

    BalasHapus
  3. sukses selalu kak..dan semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu dan berkolaborasi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Glints Scholarship, Keajaiban di Tahun Terakhir Kuliah

Pengangguran Sarjana Tinggi di Indonesia, karena Efek Binari?

Glints's Question & Answer